PLAGIARISME BERITA
Dikutip dari Wikipedia "Plagiarisme atau sering disebut plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri." Dari pengertiannya dapat disimpulkan bahwa plagiarisme adalah kegiatan meniru hasil karya orang lain. Kenapa sih hal itu bisa terjadi?
Dalam dunia jurnalistik sering kali kita melihat beberapa berita yang isinya sama tetapi dengan sumber yang berbeda-beda. Hal itu tidak lain dan tidak bukan karena plagiarisme.
Tetapi apakah para pelaku mendapat hukuman atas kejahatannya tersebut? Sepertinya kasus pencurian karya seperti ini belum mendapat perhatian yang layak karena merajalelanya sang plagiarisme dapat ditemukan dalam dunia akademik maupun jurnalistik. Mungkin ramai dibicarakan tapi hanya sesaat, setelah itu hilang dan dan orang-orang pun melupakannya. Hal itulah yang membuat para pelaku dengan mudahnya lolos dan terus merajalela.
Dikutip dari www.telummedia.com beberapa kasus dialami oleh para jurnalistik salah satunya Abraham Utama, yang saat ini bekerja sebagai Jurnalis di BBC News. Kasus
pertama, terjadi pada 2016 silam. Sementara, yang kedua baru saja
terjadi Agustus tahun ini. “Hasil liputan saya dikutip seluruhnya, tanpa
memberi unsur baru, dan melekatkan nama staf mereka sebagai byline sehingga seolah-olah itu adalah hasil karya mereka,” ujar Abraham.
Kejengkelan Abraham memuncak lantaran tidak adanya penyelesaian secara
adil untuk kasus yang terjadi tahun ini. Penyebabnya, ujar Abraham,
adalah tidak adanya divisi yang khusus menangani persoalan hukum,
termasuk isu plagiarisme. “Media plagiator akhirnya hanya mencantumkan
nama saya dan menyebut bahwa tulisan itu sudah lebih dulu terbit di
media saya. Tak ada kata maaf.”
Abraham Utama, yang saat ini bekerja sebagai Jurnalis di BBC News. Kasus
pertama, terjadi pada 2016 silam. Sementara, yang kedua baru saja
terjadi Agustus tahun ini. “Hasil liputan saya dikutip seluruhnya, tanpa
memberi unsur baru, dan melekatkan nama staf mereka sebagai byline sehingga seolah-olah itu adalah hasil karya mereka,” ujar Abraham.
Kejengkelan Abraham memuncak lantaran tidak adanya penyelesaian secara
adil untuk kasus yang terjadi tahun ini. Penyebabnya, ujar Abraham,
adalah tidak adanya divisi yang khusus menangani persoalan hukum,
termasuk isu plagiarisme. “Media plagiator akhirnya hanya mencantumkan
nama saya dan menyebut bahwa tulisan itu sudah lebih dulu terbit di
media saya. Tak ada kata maaf.”
Lain lagi pengalaman Wakil Pemimpin Redaksi Harian KOMPAS
Paulus Tri Agung Kristanto, atau yang akrab disapa Tra. Karyanya
diplagiat justru oleh temannya yang sering ia temui di lapangan. Ia
menyadari karyanya diplagiat karena sehari setelah tulisan dimuat di KOMPAS,
ada media cetak lain yang menuliskan berita yang sama. “Memang tidak
sepenuhnya menjiplak berita yang saya tulis, tetapi kira-kira ada tiga
hingga empat alinea yang sama,” imbuhnya.
Tra tahu persis itu adalah gaya bahasanya sehingga hampir dipastikan
karyanya memang diplagiat. Masalahnya, persoalan ini tidak mudah
dibuktikan lantaran media plagiator telah melakukan beberapa perombakan
pada paragraf yang ditulis. Tra pun memutar otak agar dapat membuktikan
karyanya memang dicuri orang lain.
“Nama narasumber sengaja saya pelesetkan, di mana sebelumnya sudah saya
diskusikan dahulu dengan editor dan narasumber saya. Nama narasumber
yang seharusnya ‘Sutardjo’, saya tuliskan ‘Sutaryo’,” jelas Tra.
Dan benar saja, tulisan yang sengaja dipelesetkan itu ternyata muncul
dengan persis di media yang ia curigai telah melakukan plagiarisme.
“Saya tanya langsung ke orangnya, dan dia pun masih mengelak. Memang
nyatanya plagiarisme ini terjadi di lingkungan teman-teman sesama
jurnalis,” ujarnya.
Tra menilai, plagiarisme marak terjadi di dunia media karena faktor
kemalasan para wartawan. “Ini terjadi bukan karena wartawan kurang
pengetahuan atau tidak mampu menjelaskan persoalan yang ada, tetapi
karena mereka tidak mau susah-susah mikir,” katanya.
Nah dari kutipan diatas kita harus secara jelas memahami plagiarisme dan tentu menghindarinya. Menurut saya penyuluhan terhadap anak-anak usia dini terkait dengan plagiarisme harus dilakukan agar generasi-generasi dibawah kita dapat mengerti dan paham bahwa plagiarisme merupakan hal yang tercela karena termasuk mencuri karya orang lain dan tidak patut untuk dicontoh.
Sayangnya minimnya sanksi moral kepada para pelaku (plagiator) membuat plagiarisme seolah-olah adalah hal biasa yang tak patut untuk dijatuhkan sanksi. Padahal seorang jurnalistik atau para pembuat berita mengeluarkan tenaga dan ide mereka dalam membuat berita tersebut dan dengan mudahnya para plagiator itu meniru dan menjiplak berita tersebut tanpa menuliskan sumber agar khalayak mengakui berita tersebut milik si plagiator, hmm miris.
source :
https://www.telummedia.com/bahasa/public/news/plagiarisme-dalam-jurnalisme-mengapa-terus-terjadi/k2lnz5jklz
https://beritagar.id/artikel/telatah/plagiarisme-penyakit-akut-intelektual-dan-akademisi
Comments
Post a Comment